Saturday, July 11, 2009

JK Kalah & SBY Menang, Kisah JeruK Makan JeruK

JK Kalah & SBY Menang, Kisah JeruK Makan JeruK
Oleh sapri - 12 Juli 2009 - Dibaca xyz Kali -

Kisah Jeruk makan Jeruk ini dianalisis berdasarkan hasil exit pool yang diselenggarakan bersamaan dengan quick count oleh Lembaga Pendidikan, Penelitian, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada hari pemilihan presiden, 8 Juli lalu. LP3ES mengadakan Quick Count dengan sampel sebanyak 1975 TPS di 33 Provinsi, proporsional terhadap jumlah pemilih terdaftar, dengan Margin of error +/- 1 pada tingkat kepercayaan 95%, sedangkan Exit Poll dilakukan dengan Wawancara tatap muka di luar TPS pada tanggal 8 Juli 2009 dengan 7.423 responden, di 33 provinsi, Margin of error 1,2% pada tingkat kepercayaan 95%. Dalam tulisan saya sebelumnya Quick Count Pilpres: Masih Percaya dengan LSI? terungkap bahwa LP3ES memiliki tingkat keakuratan yang relatif lebih baik pada prediksi hasil pileg dengan merujuk hasil quick count.

Pada awalnya analisis ini akan dikomparasikan penuh dengan hasil exit pool yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), tetapi hasil LSI sebagian telah diulas oleh bapak Prayitno Ramelan pada tulisan SBY Memang Boleh…Selangkah Lebih Maju. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dibatasi kepada soliditas “partai koalisi” pendukung JK-Wiranto, terutama Partai Golkar dan Hanura

Sebagaimana diberitakan bahwa kekalahan JK banyak ditimpakan kepada ketidakoptimalan mesin partai terutama Partai Golkar, sedangkan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menjadi luput dari perhatian, hal yang sama juga pada soliditas dukungan PDIP dan Gerindra terhadap pasangan Mega-Prabowo. Sinyalemen ini dapat dikatakan benar jika menelisik laporan hasil exit pool baik yang diadakan oleh LSI maupun LP3ES. LSI mencatat berdasarkan partai koalisi pendukung bahwa koalisi pendukung JK justru lebih banyak berpaling kepada pasangan SBY dan Mega, sebaliknya partai koalisi pendukung SBY dan Mega sangat sedikit yang hijrah ke JK. Soliditas dukungan partai koalisi terhadap masing-masing kandidat dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel LSI

Jika ditelusuri berdasarkan masing-masing partai, maka dari hasil exit pool LP3ES dapat terbaca bahwa soliditas dukungan Partai Golkar dan Hanura merupakan yang terburuk dari partai-partai lainnya, misalnya PDIP dan Gerindra terhadap Mega-Prabowo atau dukungan SBY dari partai-partai anggota koalisi seperti Demokrat, PKS, PAN, PKB dan PPP.

Tabel LP3ES

Dari tabel di atas kelihatan secara nyata bahwa besaran dukungan setengah hati dari massa Golkar dan Hanura> Konstituen Golkar pada pileg yang lalu hanya 41% yang bertahan memilih JK, sedangkan partai sekoci Hanura, lebih tragis, hanya 27,5%. Jadi suara Golkar dan Hanura lari ke pasangan SBY dan Mega masing-masing sebesar 59% dan 72,5%. Hal yang berbeda jika dibandingkan dengan Demokrat dan PDIP yang massif mendukung SBY dan Mega dengan besaran 75% dan 80%. Mayoritas dukungan PKS dan PPP juga ke SBY, sedangkan PAN dan PKB relatif lebih berimbang antara yang memilih SBY dan yang mencoblos JK dan Mega. Riwayat dukungan Golkar dan Hanura ini dapat disebut sebagai Kisah Pertama dari Jeruk makan Jeruk.

Kisah jeruk makan jeruk bisa juga dilihat dari solidaritas pemilih yang berprofesi pengusaha dan pedagang yang juga lebih memilih SBY dan Mega dibandingkan dengan JK. Meski ini masih debatable, tapi jika dibandingkan dengan profesi purnawirawan TNI/POLRI lebih konsisten mendukung SBY daripada Mega dan JK.

Menutup tulisan ini, tiada maksud untuk mencari-cari kesalahan tetapi lebih kepada refleksi terhadap prilaku dan pandangan dukungan pemilih kepada kandidat capres/cawapres. Ada banyak hal sebenarnya yang menarik yang bisa digali dari laporan hasil exit poll LP3ES ini. Tetapi kisah partai koalisi pendukung ini dapat memberikan pembelajaran pada wacana pemilu yang akan datang. Sebagaimana LSI juga menyimpulkan bahwa “politik primordial” yang berdasarkan identitas daerah, suku, agama, dan ormas keagamaan sudah hanyut ditelan bumi, pertimbangan rasional-lah yang menjadi penentu.

Konon kabarnya politik identitas sudah tidak penting lagi dalam pergulatan politik di Indonesia, tetapi pragmatisme-lah yang menjadi instrumen utama dalam penentuan pilihan sikap politik, sedangkan identitas dan atribut-atribut idealis dan ideologis menjadi faktor kesekian. Para pakar mengkategorikan pemilih atas pemilih yang rasional, pemilih yang loyalis-ideologis dan pemilih pragmatis. Bagaimana menurut anda, apakah anda juga memilih dengan rasional, loyalis, atau juga karena pragmatis?

Salam Blogger Kompasiana, Sapri Pamulu

Acknowledgement: Terima kasih kepada bapak Fajar Nursahid (LP3ES) atas bantuan data hasil exit poll.

Tags: , , , , , , , ,

Share on Facebook

No comments:

Post a Comment