Friday, July 17, 2009

Bom Mega Kuningan, Tidak Ada Kaitannya Dengan Mega dan Kuningnya JK

Bom Mega Kuningan, Tidak Ada Kaitannya Dengan Mega dan Kuningnya JK
Oleh Sapri Pamulu - 18 Juli 2009 - Dibaca xyz Kali -

Jika menyimak berbagai liputan dan analisis hubungan sebab-akibat tentang fakta dan dugaan bom Ritz Carlton & JW Marriot kemarin, maka secara sederhana dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) saja. Pertama, teror bom itu terkait dengan Pilpres, merujuk kepada pernyataan aparat negara termasuk pernyataan pers Presiden SBY dan Kapolri BHD. Menurut aparat bahwa berdasarkan laporan intelijen terdapat juga upaya-upaya untuk menggagalkan SBY dilantik menjadi presiden terpilih, rencana menduduki KPU, dan seterusnya. Sebaliknya, yang kedua menyatakan sama sekali tidak ada kaitannya dengan perpolitikan, alias murni kriminal teror. Direktur International Crisis Group, Sidney Jones, menegaskan bahwa pemboman kali ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pilpres, karena operasi yang sistematis seperti ini butuh waktu berbulan-bulan untuk merencanakannya. Bantahan yang sama juga telah diproklamirkan oleh capres Mega (Megawati SUkarnoputri) dan capres Kuning (JK), bahwa Bom Mega Kuningan ini sama sekali tidak perlu dikait-kaitkan dengan proses Pilpres.

Dalam menanggapi berbagai tulisan di Kompasiana semalam, penulis mengajakagar tidak menggunakan frase “Bom Mega Kuningan” dalam postingan tulisan, sebaiknya menggunakan frase “Bom Ritz Carlton& JW Marriot” atau derivatnya, sebagaimana pers asing mengutipnya. Kedua frase ini memang menunjukkan “locus operandi” dari peristiwa, tetapi jika dispekulasikan maka terdapat unsur “modus operandi” dalam frase pertama, sebagaimana penganut pada kelompok analisis pertama di atas. Maksud ajakan ini tidak lain dan tidak bukan agar kita tidak turut terjebak dalam memperluas kekisruhan politik meski memang lagi momentumnya.

Seorang pengamat intelijen, AC Manulang, memang menduga bahwa peristiwa bom Ritz & Marriot itu memang terkait pelaksanaan Pilpres 2009 sebagai momentum untuk menjukkan bahwa eksistensi kelompok teroris masih ada di Indonesia. Manullang menungkap 3 analisis peristiwa, Pertama, apapun, siapapun dan bagaimanapun peristiwa akhir-akhir ini terkait dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya Pemilu Legislatif dan Pilpres. Alasannya pelaksanaan Pemilu dan Pilpres di Indonesia sangat menarik perhatian dunia internasional. Pilpres yang berjalan satu putaran, itu sangat luar biasa, jadi aksi ini cuma cari-cari dan cari gara-gara saja Kedua, belakangan ini terjadi aksi kekisruhan sosial, agama termasuk kasus di Papua, ini dalam waktu dekat juga akan terjadi lagi. Ketiga, terkait kedatangan orang asing, seperti para pemain sepakbola MU ke Indonesia.

Jika dianalisis secara statistik dengan menggunakan korelasi atau regresi dari analisis Manulang dapat diperoleh korelasi positif antara ketiga elemen dengan legitimasi incumbent. Jika ini benar maka SBY menjadi wajar menumpahkan kemarahannya akibat peristiwa pemboman, karena menyisakan pertanyaan tingkat penerimaan atau penolakan terhadap keterpilihan SBY.

Dalam kajian politik di Amrik, memang terdapat analisis yang menghubungkan antara serangan teroris terhadap tingkat penerimaan atau penolakan atas kinerja presiden sebagai kepala negara. Sebut saja contohnya Guilmartin, E. K. (2004) yang menulis “Terrorist Attacks and Presidential Approval from 1949-2002″. Kajian ini dipicu sejak kejadia September 11, dimana popularitas Bush meningkat dari 57% menjadi 90%, sejak itu para analis berspekulasi tentang dampak negatif dari pilpres. Guilmatin dengan model regresinya menguji ini dari tahun 1949-2002 dengan menambahkan indikator serangan teroris dan lokasinya, fatalitas dan taktiknya terhadap parameter ekonomi dan politik. Ditemukan bahwa terdapat kaitan erat antara faktor-faktor tersbut dengan tinkat penerimaan atau penolakan terhadap keinerja presiden. Kegiatan teroris di Timur Tengahmenunjukkan korelasi tinggi, sedangkan di Amerika sendiri justru tampak kurang signifikan dampaknya.

Jika kajian ini ditarik dalam konteks politik Indonesia, apakah terorisme bom juga dapat dianggap berorientasi seperti itu? jika ya maka ada atau tidak ada pilpres maka kegiatan teroris ini akan terus berlanjut karena mungkin ada sesuatu simbol perlawanan atas figur presiden sebagaimana juga diduga oleh AC Manulang bahwa pelaku peledakan bom JW Marriott dan Ritz Carlton diduga merupakan jaringan dari kelompok yang sama dengan kelompok Nurdin M Top yang ingin menegasi dominasi AS dengan simbol Neo-Liberalisme dan Neo-Kapitalisme dalam percaturan politik dunia. Kalau begitu Bom Mega Kuningan ini memang tidak ada kaitannya dengan Mega-Prabowo dan kuningnya JK-Wiranto

Tulisan ini juga bisa di baca dan dikomentari pada blog Kompas, KOMPASIANA.

Tags: , , , , ,

Share on Facebook

No comments:

Post a Comment