Tuesday, October 27, 2009

Wakil Menteri SBY untuk Golkar, …, PDIP?

Jika tak ada aral melintang, Presiden SBY akan menetapkan “wakil menteri” dalam kabinet jilid 2 pada akhir pekan ini. Sejatinya tidak ada yang istimewa dari penambahan posisi dalam organisasi kementerian ini, meski jabatan “wakil menteri” tidak ada disebutkan dalam UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara. Pada Bagian Ketiga Susunan Organisasi, Pasal 9 Ayat 1 menyebutkan bahwa susunan organisasi kementerian hanya terdiri atas Pemimpin (Menteri), Pembantu Pemimpin (Sekjen), Pltp (Dirjen), Pengawas (Irjen) dan seterusnya. Tetapi dalam pasal 10 disebutkan pula bahwa “dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Dalam penjelasan UU ini gamplang disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet.
SBY (Kompas/Alif)

Mencermati secara lugas aturan ini, tampaknya terdapat ketidaksesuaian untuk mengakomodasi parpol anggota koalisi untuk menampung kadernya dalam pos wakil menteri tersebut. Penjelasan UU di atas sudah sangat-sangat jelas menyebutkan kriteria bahwa wakil menteri merupakan jabatan karir, bukan jabatan politik. Minggu lalu (25 Okt.), Kompas memberitakan bahwa Presiden SBY akan mengutamakan calon-calon dengan latar belakang seorang murni profesional dalam pengangkatan calon wakil menteri, tetapi juga akan ada satu dua di antara 6 (enam) post menteri yang akan berasal dari seorang profesional yang berasal dari partai politik atau bukan politisi murni. Pernyataan presiden SBY ini tentu dapat diperdebatkan terutama jika dikonfirmasikan dengan Penjelasan dari UU Kementerian Negara yang disebutkan di atas, karena selain tampak tidak sikron, juga akan menguatkan dugaan akan adanya pos ini sebagai akomodasi politik terhadap berbagai pihak yang berkepentingan. Partai Golkar misalnya sudah membenarkan salah satu kadernya, pengusaha Sharif Cicip Sutardjo yang juga Ketua DPP Golkar yang akan menempati pos wakil menteri tersebut. Tentu saja tidak mustahil pos ini akan diberikan pula kepada PDIP yang mendeklarasikan diri sebagai mitra kritis pemerintah, pasca kolaborasi PD-PDIP yang menghantarkannya sebagai Ketua MPR. Tentu saja para kader parpol ini, meski dari kalangan professional, tidaklah dapat dikategorikan sebagai peningkatan jenjang jabatan karir, karena sama sekali tidak berasal dari birokrat karir yang tercatat berkiprah di berbagai departemen selama ini. Kecuali jika Presiden SBY akan menerbitkan PERPPU lagi untuk undang-undang ini, sebagaimana Plt. Pimpinan KPK yang di-perppu-kan, dengan alasan yang sama: hal ikhwal alias kebutuhan yang penting dan mendesak, bukan pada keadaan genting atau darurat.

Btw, dalam sejarah kabinet pemerintahan sejak republik ini berdiri, jabatan wakil menteri juga pernah dikenal dalam era Soekarno, pada tahun 1945-1946 ada Harmani yang menjabat wakil menteri dalam negeri (Kabinet Presidential, dan Kabinet Sjahrir I), lalu sempat menghilang kemudian muncul lagi pada Kabinet Sjahrir III (1947), dimana ada 7 (tujuh) post jabatan wakil menteri, masing-masing di kementerian luar negeri, keuangan, kesehatan, dikbud, sosial, keamanan, dan PU, serta wakil perdana menteri dan wakil menteri utama. Pada tahun 1948, jabatan wakil menteri menghilang, tapi muncul nama jabatan baru, yaitu “menteri muda”. Dalam Kabinet Amir Sjarifuddin II, terdapat menteri muda untuk keuangan, luar negeri, kehakiman, dan dalam negeri. Setelahnya, pos ini menghilang dari berbagai nama kabinet Soekarno, sampai terbentuknya kabinet Kerja I (1960), yang juga mempunyai 12 (dua belas) menteri muda. Nama jabatan wakil menteri kemudian nongol lagi di Kabinet Kerja III (1962), dimana ada 7 (tujuh) wakil menteri. Pada era Soeharto, jabatan wakil menteri tidak dikenal dalam kabinet, tapi ada menteri muda, mulai di Kabinet Pembangunan III dan IV, masing-masing ada 4 menteri muda), kemudian bertmbah menjadi 6 (enam) pada kabinet Pembangunan IV dan V, lalu lenyap pada kabinet berikutnya. baik masih dalam era Soeharto, Habibie, Megawati dan SBY dengan KIB Jilid I.

Akankah Golkar, dan parpol lainnya akan mengenggam pos wakil menteri ini?

Sunday, October 18, 2009

Pro-Kontra Hatta Radjasa, Insinyur yang akan mengurus perekonomian

Pro-Kontra Hatta Radjasa, Insinyur yang akan mengurus perekonomian
Oleh Sapri Pamulu - 19 Oktober 2009 - Dibaca 2016 Kali -

Dalam tulisan terdahulu, 16 Okt. 09 : Sudah Saatnya “Mallarangeng” Menjadi Menteri? Disampaikan bahwa sebagai Koordinator Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, tampaknya Hatta Radjasa akan lebih berpeluang untuk kembali memperoleh posisi strategis. Dan ini sekaligus mengukuhkannya sebagai menteri terlaama dalam sejarah Indonesia pasca Orba-Soeharto. Pertanyaannya akan diplot ke mana Hatta Radjasa? dan siapa yang berpotensi untuk menggantikan posisinya? Jika dapat diraba-raba, maka kemungkinan Hatta Radjasa akan diplot di salah satu posisi Menko, dan yang paling logis tentu saja di Perekonomian atau Kesra, kurang pas jika beliau di plot di Menko Polhukam.

Hatta sekarang diberitakan akan hampir pasti menduduki pos menteri perekonomian dalam Kabinet SBY Jilid 2. Jika prediksi ini benar, maka Hatta akan menjadi orang kedua setelah Aburizal Bakri yang tidak berlatar pendidikan ekonomi yang menduduki jabatan yang maha penting ini. Dari catatan sejarah kabinet pasca reformasi, berikut data-data menteri koordinator perekonomian:

  1. Kwik Kian Gie (1999-2000)
  2. Rizal Ramli (2000-2001)
  3. Burhanuddin Abdullah (2001)
  4. Dorodjatun Kuntjorodjakti (2001-2004)
  5. Aburizal Bakrie (2004-2005)
  6. Boediono (2005-2008)
  7. Sri Mulyani (2008-2009)

Nominasi Hatta sebagai Menko Perekonomian ini setidaknya menimbulkan berbagai pertanyaan dan keraguan. Pertama, tanpa latar belakang pendidikan dan pengalaman yang mumpuni dalam bidang ekonomi, akankah Hatta mampu meraih kinerja yang memuaskan? sedang yang non-teknis, Kedua, apakah pos perekonomian ini hanya bisa dinakhkodai dengan cukup dengan kemampuan manajerial saja? Profil Hatta dapat dibaca lengkap di Ensiklopedi Tokoh Indonesia. Tentu saja presiden SBY memiliki pertimbangan tertentu dalam pendapukan Hatta ini, meski dalam pengalaman Kabinet SBY Jilid 1, Ical hanya bertahan setahun lalu dideportasi dari pos Menko Perkekonomian ke Menko Kesra.

Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan Hatta sudah merupakan sosok ideal untuk pos ini dengan alasan bahwa meski kurang pengalaman dia dalam bidang ekonomi tetapi Hatta memiliki `leadership` dan kemampuan untuk mengkoordinir menteri bidang ekonomi karena dia memiliki rekam jejak yang baik serta pengalaman dalam bidang itu. Juga kelemahan Hatta dapat ditutupi oleh wakil presiden terpilih Boediono untuk membantu tugas-tugas keseharian yang membutuhkan kemampuan teknis dalam bidang ekonomi. Pendapat yang senada, Sri Adiningsih, Pengamat ekonomi juga berargumen bahwa jabatan Menko Perekonomian tak musti diduduki orang dengan latar belakang ilmu ekonomi, justru kemampuan manajerial yang harus menjadi persyaratan utama. Dari kalangan praktisi dunia usaha, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi juga mendukung pos ini untuk Hatta dengan alasan bahwa tingginya jam terbang HAtta sebagai menteri, dari Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Perhubungan dan terakhir Menteri Sekretaris Negara, sehingga dengan itu jadi memudahkan mengkoordinir menteri-menteri terkait. Selain itu, Hatta juga dipandang oleh dunia usaha sebagai sosok politisi terbuka yang gampang dihubungi.

Sebaliknya, Pengamat Ekonomi, Tony A Prasetyantono, berpendapat bahwa Hatta Radjasa kurang tepat untuk menduduki jabatan sebagai menko perekonomian. Alasannya, Pertama, pengalaman Hatta kurang mendukung, Jabatan Hatta selama ini hanya merupakan menteri-menteri teknis, dan mestinya pos ini hanya untuk figur yang benar-benar mumpuni di bidang ekonomi, baik makro maupun mikro karena akan mengkoordinasikan fungsi-fungsi ekonomi. Tony merekomendasikan Menko Perekonomian diambil dari kalangan akademisi yang pernah menduduki jabatan di kementrian ekonomi seperti mantan menteri keuangan atau kepala Bappenas. Kedua, Menko ekonomi perlu memahami ilmu-ilmu ekonomi secara mumpun" rel="tag">Hatta Radjasa, ,

Share on Facebook

21 Tanggapan Tulisan

Kisah Menteri Golkar menyalip: Akankah Fadel menyusul Agung dan MS Hidayat??

Kisah Menteri Golkar menyalip: Akankah Fadel menyusul Agung dan MS Hidayat??
Oleh Sapri Pamulu - 18 Oktober 2009 - Dibaca 899 Kali -

Semalam, Iman Firdaus ngeblog “Apa Hebatnya Golkar?” dengan menceritakan kehabatan Partai Goplkar dalam meraup suara pada jaman keemasannya di Orde Baru. Mengomentari hal ini, penulis menjawab bahwa kehebatan Golkar saat ini adalah kemampuannya untuk menyalip partai-partai koalisi SBY di tikungan menteri. Ini terbukti dengan masuknya Agung Laksono dan MS Hidayat dalam audisi kandidat menteri di Cikeas. Konon partai pohon beringin mengajukan beberapa nama kadernya ke Presiden SBY untuk ditimang-timang menjadi menteri pasca bergabungnya Golkar dalam koalisi pemerintahan ke depan (Republika, 16 Okt 09). Jika dicocok-cocokkan dengan daftar calon versi Indo Barometer (Kompas Online, 17 Okt 09) maka tersisa dua kader Golkar yang belum nongol di Cikeas: Fadel Muhammad (Gubernur Gorontalo) dan Syarif Cicip Sutarjo (KADIN).
Fadel-SBY (foto/fadelmuhammad.org) Yang paling menarik tentu saja “Fadel”, yang selalu mengemuka dalam peta politik Golkar tahun ini, apalagi pada musim pilpres lalu. Terakhir, Fadel lah yang didapuk untuk membacakan susunan DPP Golkar Periode 2009-2014. Fadel sendiri mengaku telah mengirimkan data pribadinya (CV) untuk diajukan kepada SBY sebagai calon menteri, tetapi hingga kemarin, Fadel belum mendapat telepon dari Cikeas (detik.com, 14 okt 09). Pada saat kampanye Pilpres lalu, Fadel ditengarai berperan ganda, secara terbuka menyatakpa) APBD 2001 sebesar Rp 5,4 miliar. Fadel menganggap penetapan statusnya sebagai tersangka adalah rekayasa, karena ada ada pihak-pihak yang tak suka dirinya menjadi salah satu kandidat yang potensial untuk mendamping SBY.

Akankah Fadel menyusul AGung Laksono dan MS Hidayat? SBY sudah menegaskan bahwa akan siap mengganti calon menteri yang tersandung hukum (Kompas, 14 Okt 09). Presiden mencontohkan bahwa dirinya pernah mengganti dua menteri anggota KIB I saat menjelang pelantikan.

Btw, sebenarnya dengan tawaran 2 menteri saja, Partai Golkar sudah membuat sensasi, sehingga istilah menyalip di tikungan kabinet menjadi relevan, betapa tidak, parta-partai yang mengusung SBY saja ada beberapa yang memperoleh jatah menteri yang kurang atau sama saja dengan Golkar. Jika menjadi 3 (tiga) dengan hitungan Fadel atau Syarif masuk, maka seolah dampak “Ical” sang Ketum Golkar yang baru itu sangat terasa kuat atau rekat dengan pusaran SBY. Padahal Golkar bersama Hanura menyokong capres yang berbeda, JK-Wiranto, pada saat pemilihan presiden yang lalu. Perubahan sikap politik Golkar ini tampaknya tidak diikuti oleh PDIP dan Gerindra yang juga menjagokan capres yang berlainan, Mega-Prabowo. Padahal SBY sudah menyiapkan 2 kursi menteri kepada PDIP jika jadi bergabung dalam koalisi pemerintahan mendatang

Mari kita lihat saja perkembangan terakhir malam ini, siapa tahu “Fadel” memang juga tancap gas dan mampu menyalip di tikungan kabinet SBY.

Tags: , , ,

Share on Facebook
15 tanggapan untuk “Kisah Menteri Golkar Menyalip: Akankah Fadel Menyusul Agung dan MS Hidayat?”

Saturday, October 17, 2009

Agung Laksono Bantah Dijanjikan Kursi Menko Kesra

Agung Laksono Bantah Dijanjikan Kursi Menko Kesra
Oleh Sapri Pamulu - 17 Oktober 2009 - Dibaca 841 Kali -

Secara sekilas, judul tulisan ini tentu saja tidak relevan dengan fakta hari ini, karena sudah hampir dipastikan Agung Laksono akan mengisi pos Menko Kesra paska menjalani wawancara dengan SBY di Cikeas. Yang menarik karena ini justru membenarkan adanya janji pos tersebut yang telah ditengarai 3 (tiga) bulan lalu, Tempo (14 Juli 09) menurunkan judul berita persis dengan judul tulisan ini: Agung Laksono Bantah Dijanjikan Kursi Menko Kesra. Ketika itu, Agung membantah telah dijanjikan kursi Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat. Bahkan, Agung mengaku komunikasi politik antara sejumlah fungsionaris Golkar dengan Partai Demokrat belum terjalin.

Agung, Aburizal, Akbar (Foto/Tribun Pekanbaru) Kedua, yang juga menarik bahwa Pos Menko Kesra ini memang punya Golkar, sebagaimana diberitakan Kompas Online. Direktur Indo Barometer M Qodari membenarkan kesan yang mengemuka di masyarakat bahwa pos ini memang merupakan jatah Golkar dalam koalisi pemerintahan SBY. Qodari juga tak mengendus adanya konspirasi yang terkait persoalan Lumpur Lapindo dengan diplotnya Agung yang tergolong orang dekat Aburizal Bakrie. Pendapat Qodari ini masih bisa diuji lagi mengingat pernyataan Agung menjelang Munas Golkar lalu, Agung bersuara lantang agar tidakmengaitkan Ical dengan Lapindo (JPNN, 27 Juli 09). Tentu saja pernyataan ini terbaca secara terang sebagai bentuk dukungan untuk memuluskan Ical ketika itu.

Dari kedua cuplikan peristiwa di atas, tampak seolah-olah tawaran pos Menko Kesra untuk Agung Laksono ini memang bukan merupakan sebuah kebetulan belaka. Lagi-lagi realitas memberi fakta bahwa dalam politik praktis memang kepentinganlah yang abadi. Meski demikian Blogger Senior Kompasiana, Prayitno Ramelan (Kompasiana, 31 Maret 09) malah pernah menilai bahwa Agung juga layak sebagai figur alternatif Capres ketika itu, antara lain karena Agung tidak pernah terlibat perseteruan dengan SBY dalam perjalanan pemerintahan SBY sejak 2004. Penilaian ini juga didasarkan pada jejak rekam Agung dalam hal pengalaman politik dan jabatan serta pengalamannya posisinya sebagai Ketua DPR sehingga dianggap jelas memenuhi syarat kapabilitas dan integritas sebagai wapres.

Nah, bagaimana menurut anda?

Tags: , , , , ,

Share on Facebook
17 tanggapan untuk “Agung Laksono Bantah Dijanjikan Kursi Menko Kesra”

Thursday, October 15, 2009

Sudah saatnya “Mallarangeng” menjadi Menteri?

Sudah saatnya “Mallarangeng” menjadi Menteri?
Oleh Sapri Pamulu - 16 Oktober 2009 - Dibaca 3460 Kali -

Siapa lagi “Mallarangeng” yang dimaksud? tentu saja bukan Cheli (Rizal Mallarangeng), tapi Andi Alifian Mallarangeng. Judul di atas hanya untuk menyumirkan pernyataan beliau yang menjadi bola panas beberapa waktu lalu “Belum Saatnya Orang Sulsel Memimpin Bangsa Indonesia”. Terangnya tidak ada hubungan sebab akibat antara keduanya.

Mallarangeng (Foto-Jawapos)
Melanjutkan tulisan pagi ini, Menteri SBY: yang tercantik dan yang terlaaama bertahan, disitir bahwa dari bahwa akan ada 2 menteri yang bakal terlama ngetem sebagai menteri, yaitu Bambang Sudibyo dan Hatta Radjasa, karena jika terpilih lagi, maka kedua menteri ini akan mencapai usia profesi selama 15 tahun. Dalam periode kabinet sebelumnya, Bambang Sudibyo menjabat Menteri Keuangan , dan Hatta Radjasa sebagai Menteri Ristek. Sedangkan dalam kabinet yang baru berlalu, keduanya masing-masing menjabat sebagai Menteri Diknas untuk Bambang, dan Hatta sendiri, Mensesneg setelah menjadi Menhub. Sebagai Koordinator Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, tampaknya Hatta Radjasa akan lebih berpeluang untuk kembali memperoleh posisi strategis. Dan ini sekaligus mengukuhkannya sebagai menteri terlaama dalam sejarah Indonesia pasca Orba-Soeharto.
Pertanyaannya akan diplot ke mana Hatta Radjasa? dan siapa yang berpotensi untuk menggantikan posisinya?

Jika dapat diraba-raba, maka kemungkinan Hatta akan diplot di salah satu posisi Menko, dan yang paling logis tentu saja di Perekonomian atau Kesra, kurang pas jika beliau di plot di Menko Polhukam menggantikan pak Widodo. Lantas, siapa di Mensesneg? dari lingkar dalam SBY, ada dua kandidat yang paling mungkin menempati post tersebut, yaitu Sudi Silalahi dan Andi Alifian Mallarangeng. Sudi sudah sebelumnya sudah Mensekab, sehingga dari segi peluang, Sudi lah yang paling berpeluang, lalu Mallarangeng akan menempati pos Menseskab yang ditinggalkan Sudi.
Itulah yang menjadi dasar pikir, kenapa sudah saatnya “Mallarangeng” menjadi Menteri. Btw, bagaimana menurut anda?

Tags: , , , , , ,

Share on Facebook
17 tanggapan untuk “Sudah Saatnya “Mallarangeng” Menjadi Menteri?”

Menteri SBY: yang tercantik dan terlaaama bertahan

Bursa Menteri: yang tercantik dan yang terlaaama bertahan
Oleh Sapri Pamulu - 16 Oktober 2009 - Dibaca 771 Kali -

Anda pasti sudah dapat menebak siapa yang dimaksud dengan menteri yang tercantik, dan yang terlaaama (baca: terlama). Seperti yang ramai diberitakan, di Kompas, ada 5 menteri yang masih diinginkan bertahan oleh masyarakat, yang oleh Antara dituliskan ada 6 menteri, bukan 5. Keinginan masyarakat ini konon diperoleh melalui survei reguler yang diadakan oleh Reform Institute pada 7-15 September lalu dengan sampel 2.550 responden di 68 desa dan 58 kelurahan di seluruh Indonesia. Keenam menteri yang dimaksud berikut peringkatnya adalah sebagai berikut:
1. Sri Mulyani (22,11%)
2. Hatta Radjasa (12,13%)
3. Bambang Sudibyo (8,02%)
4. Siti Fadilah Supari (6,46%)
5. Adhiyaksa Dault (6,46)
6. Anton Apriono (5,28%)

Dari keenam menteri tersebut diatas, ada tiga di antaranya lebih populer karena selalu dipilih masyarakat dalam tiga kali survei yang dilakukan sebelumnya: yakni Siti Fadilah Supari, Adhyaksa Dault, dan Anton Apriyantono.
Akhir tahun lalu, Desember 2008, lembaga survei yang sama juga melakukan survei untuk menteri yang dianggap paling berhasil, dan lagi-lagi yang Menkes, Siti Fadilah juga keluar sebagai jawara, menteri yang tercantik kinerjanya, setidaknya menurut 10% responden, lalu disusul Widodo AS -Menko Polhukam- (9,5%); Adhiyaksa Dault (8,04 %), Aburizal Bakrie (7,72 %), dan Sri Mulyani (6,32%). Meneg Bappenas, Paskah Suzeta, menjadi menteri berkinerja terbuuruk ketika itu. Yang juga paling menarik kali ini adalah Aburizal Bakri - Menko Kesra- karena dalam survei terbaru, justru terhempas menjadi menteri yang gagal alias yang terburuk kinerjanya.
Jika mempelototi data survei lebih lanjut, maka ada 2 menteri yang bakal terlama ngetem sebagai menteri, yaitu Bambang Sudibyo dan Hatta Radjasa, karena jika terpilih lagi, maka kedua menteri ini akan mencapai usia profesi selama 15 tahun. Dalam periode kabinet sebelumnya, Bambang Sudibyo menjabat Menteri Keuangan , dan Hatta Radjasa sebagai Menteri Ristek. Sedangkan dalam kabinet yang baru berlalu, keduanya masing-masing menjabat sebagai Menteri Diknas untuk Bambang, dan Hatta sendiri, Mensesneg setelah menjadi Menhub. Sebagai Koordinator Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, tampaknya HAtta Radjasa akan lebih berpeluang untuk kembali memperoleh posisi strategis. Dan ini sekaligus mengukuhkannya sebagai menteri terlaama dalam sejarah Indonesia pasca Orba-Soeharto.
Dengan berbagai pertimbangan “chemistry” yang selalu dikumandangkan, tampaknya SBY akan sulit menampik rayuan masyarakat untuk merangkul kedua menteri yang tercantik dan yang terlama ini.

Tags: , , , , ,

Share on Facebook
4 tanggapan untuk “Menteri SBY: yang Tercantik dan yang Terlama Bertahan”

Wednesday, October 14, 2009

Salut untuk PDIP-Gerindra-Hanura, Kabut Golkar-SBY

Salut untuk PDIP-Gerindra-Hanura, Kabut Golkar-SBY
Oleh Sapri Pamulu - 15 Oktober 2009 - Dibaca 835 Kali -

Jika tidak salah membaca peta politik terkini, ada 3 partai yang akan memilih sikap oposisi terhadap pemerintahan SBY periode 2009-2014, yaitu PDIP, Gerindra, dan Hanura. Sedangkan yang jauh-jauh hari sudah berkoalisi adalah PD, PAN, PKB, PKS, dan PPP, Sedangkan Partai Golkar baru saja dikonfirmasikan oleh Presiden SBY bahwa akan bergabung dalam pemerintahan sekarang ini. Tentu saja anda masih ingat bahwa dalam pilpres lalu, terdapat tiga gerbong pengusung, masing-masing PDIP-Gerindra, Golkar-Hanura, dan Koalisi PD. Tampaknya dari gerbong ini, hanya Partai Golkar yang terlepas, dan memilih sikap yang berbeda, sedangkan PDIP, Gerindra dan Hanura tetap konsisten. Malah bergabungnya Golkar membawa kabut bagi koalisi SBY, karena PKS juga tetap bersikukuh menolak masuknya kader Golkar dalam koalisi SBY. Penolakan PKS juga dianggap wajar dan sah oleh Presiden SBY.

Jika sikap ketiga partai ini merupakan perwujudan dari komitmen untuk berbinarnya demokrasi maka ketiganya patut diacungi jempol, setidaknya mereka telah membuktikan bahwa mereka juga mempunyai visi/misi membangun Indonesia dalam perspektif yang berbeda. Sikap berbeda ini diperlukan bukan hanya untuk mencapai kepuasan perlawanan, tapi tetapi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme politik yang otomatis untuk mengawasi dan mengontrol penggunaan kekuasan secara timbal-balik, baik oleh legislatif kepada eksekutif, maupun sebaliknya, pemerintah kepada parlemen.Oposisi memang bukan merupakan suatu lembaga resmi yang diatur dalam konstitusi yang ada untuk dapat terus-menerus melakukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan, tetapi istilah ini dapat merupakan label yang diberikan kepada kelompok fraksi dan partai di DPR yang bersikap berseberangan dengan pemerintah.

Sosiolog, Ignas Kleden berargumen bahwa oposisi rupanya dibutuhkan bukan hanya untuk mengawasi kekuasaan, tetapi juga karena apa yang baik dan benar dalam politik haruslah diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka dan publik. Menurutnya, adalah sesuatu yang naif sekali sekarang ini untuk masih percaya bahwa pemerintah bersama semua pembantu dan penasihatnya dapat merumuskan sendiri apa yang perlu dan tepat untuk segera dilakukan dalam politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan kebudayaan pada saat ini. Sehingga oposisi dibutuhkan sebagai semacam advocatus diaboli atau devil’s advocate yang memainkan peranan setan yang menyelamatkan kita justru dengan mengganggu kita terus-menerus. Dalam peran tersebut oposisi berkewajiban mengemukakan titik-titik lemah dari suatu kebijaksanaan, sehingga apabila kebijaksanaan itu diterapkan, segala hal yang dapat merupakan efek sampingan yang merugikan sudah lebih dahulu ditekan sampai minimal. Selain itu, kehadirian oposisi juga bermanfaat untuk kepentingan”accountability” atau pertanggungjawaban yang akan lebih menjadi perhatian pemerintah, karena segala sesuatunya tidak akan serta merta diterima begitu saja, seakan-akan dengan sendirinya jelas, atau beres dalam pelaksanaannya, tapi pemerintah yang harus selalu menerangkan dan mempertanggungjawabkan mengapa suatu kebijaksanaan diambil, apa dasarnya, tujuannya dan urgensinya, serta dengan cara bagaimana kebijaksanaan itu akan diterapkan.

Semoga saja ketiga partai ini konsisten juga dalam menjalankan peran oposisinya kelak, sehingga aura demokrasi tetap bercahaya dalam perbedaan, sebagaimana Preside SBY sendiri menyatakan penghargaannya terhadap sikap partai-partai yang tidak ingin berkoalisi dalam kabinet sebagai suatu pilihan dan konsekuensi politik.

Tags: , , , , , , ,

Share on Facebook
16 tanggapan untuk “Salut untuk PDIP-Gerindra-Hanura, Kabut Golkar-SBY”

Tuesday, October 13, 2009

PDIP: Partai Dilarang Ikut Pemerintah (SBY)

PDIP: Partai Dilarang Ikut Pemerintah (SBY)
Oleh Sapri Pamulu - 14 Oktober 2009 - Dibaca 665 Kali -

Seorang sahabat mememberi tambahan label PDIP sebagai “Partai Dilarang Ikut Pemerintah (SBY)” menyusul pernyataan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang menyayangkan adanya keinginan sebagian elit PDIP yang ingin masuk Kabinet SBY, karena tindakan tersebut dianggap melenceng dari kebijakan dan tujuan partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.

Mega-SBY (VivaNews)

Pernyataan Mega ini tentu saja mengejutkan karena PDIP ditengarai akan segera bergabung dengan koalisi SBY baik dalam pemerintahan maupun parlemen. Indikasinya bisa terbaca pasca terpilihnya Taufik Kiemas, Ketua Deperpu PDIP yang sekaligus suami Mega, menjadi Ketua MPR. Juga Pramono Anung, Sekjen PDIP yang mengakui jika ada komunikasi dengan SBY menyangkut posisi di Kabinet mendatang.

Senada dengan Mega, AP Batubara, tokoh senior PDIP juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana kader PDIP menerima tawaran menjadi menteri pada kabinet SBY dengan alasan bahwa dalam Pileg dan Pilpres lalu, PDIP memang tidak ikut berkoalisi dengan Partai Demokrat. Malah ekstrimnya, AP Batubara mengusulkan jika memang ada kader PDI yang menjadi anggota Kabinet, maka kader yang bersangkutan mengundurkan diri dari PDIP dan tidak mengatasnamakan dari PDIP. PDIP harus tetap sebagai partai oposisi yang berperan sebagai kekuatan penyeimbang yang kritis terhadap pemerintahan SBY.

Mencermati sikap terkini PDIP tersebut, Mega tampaknya ingin konsisten sebagai oposan terhadap pemerintahan SBY, tetapi ini juga dapat diperdebatkan apakah sikap tersebut benar-benar merupakan “good will” bukan sekedar “political will” dari PDIP untuk menyehatkan demokrasi di Indonesia, menyusul ditengarainya Aburizal Bakrie yang juga akan merapat dalam koalisi SBY sehingga terkesan akan adanya pemusatan kekuasaan yang berpotensi melahirkan penyalahgunaan kekuasaan.

Mengutip tulisan terdahulu, bahwa penyalahgunaan kekuasaan seperti disitir oleh Lord Acton bahwa power tends to corrupt hanyalah bisa dihindari bila ada pengawasan dan kontrol oleh lembaga yang satu terhadap lainnya atas dasar kedudukan yang seimbang. Olehnya itu mekanisme check and balances antara legislatif, dan eksekutif juga otomatis diperlukan guna menghindari kecenderungan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Tentu saja masih segar dalam ingatan kita bahwa selama 32 tahun Orde Baru, kekuasaan presiden menjadi lebih dominan dan terpusat, bahkan nyaris tak terbatas, sedang DPR hanya menjadi stempel pemerintah, padahal sejatinya sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat (prinsip kedaulatan rakyat), khususnya asas persetujuan rakyat (by the consent of the people).

SBY-TK (detik)

SBY sendiri mengingatkan bahwa koreksi terhadap pemerintah semestinya tidak harus dalam beroposisi dengan pemerintah, tetapi bisa juga dengan modus yang sama yang selama ini dilakukan masyarakat melalui LSM. Oposisi bukanlah merupakan suatu lembaga resmi yang diatur dalam konstitusi yang ada untuk dapat terus-menerus melakukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan. Istilah ini hanya merupakan label bagi kelompok fraksi dan partai di DPR yang bersikap berseberangan dengan pemerintah. Meski demikian, sikap beroposisi ini diperlukan bukan hanya untuk mencapai kepuasan perlawanan, tapi tetapi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme politik yang otomatis untuk mengawasi dan mengontrol penggunaan kekuasan secara timbal-balik, baik oleh legislatif kepada eksekutif, maupun sebaliknya, pemerintah kepada parlemen. Pers yang leluasa, dan kelompok kritis seperti Mahasiswa dan LSM, juga terbukti berpotensi besar dalam mengontrol kekuasaan.
Kembali ke inti tulisan, barangkali memang ada patutnya bahwa PDIP itu memang merupakan Partai (yang) Dilarang Ikut Pemerintah. PDIP sudah terlatih dalam beroposisi dengan pemerintahan SBY selama 5 tahun terakhir, hal yang berbeda dengan Partai Golkar yang tidak pernah jauh dari lingkar inti kekuasaan.

Tags: , , , , ,

Share on Facebook
8 tanggapan untuk “PDIP: Partai Dilarang Ikut Pemerintah (SBY)”

Thursday, October 8, 2009

Ada “Rizal Mallarangeng” di Golkar, Capres 2014?

Ada “Rizal Mallarangeng” di Golkar, Capres 2014?
Oleh Sapri Pamulu - 9 Oktober 2009 - Dibaca 1585 Kali -

Dari susunan pengurus DPP Golkar 2009-2014 yang diumumkan Fadel Muhammad semalam, ada sosok yang paling menarik yang nangkring di urutan 18, yaitu “Rizal Mallarangeng” sebagai Ketua Bidang Pemikiran dan Kajian Kebijakan. Tentu saja anda semua sudah mahfum dengan yang dimaksud, dan juga kemasyhurannya selama Pilpres lalu sebagai Koordinator Tim Pemenangan SBY-Boediono, yang selalu menantang JK. Cheli, demikian nama akrabnya, juga pernah berkampanye sebagai capres dengan ikon RM09, dan lalu mengundurkan diri setelah menimbang peluang yang ada menyusul disahkannya UU Pilpres.

RM (VivaNews)

Ada apa sehingga Cheli berlabuh di Golkar, bukan di Demokrat? Kedekatan Cheli dengan Aburizal Bakri dan Akbar Tanjung memang sudah dilansir sejak lama, tapi ini tentu bukan ini saja yang patut di duga saja, apalagi jika kembali menelisik target yang bersangkutan untuk memimpin Indonesia dari jalur indepenpen gagal, sehingga bukan hal yang mustahil bahwa partai Golkar dapat menjadi perahu, atau minimal sekoci untuk menggapai. Meski Cheli baru kali ini berkiprah di Golkar, jika dibandingkan dengan nama-nama pengurus lainnya yang telah berdaki dan lusuh berteduh di bawah pohon beringin, Cheli menjadi sosok istimewa yang tiba-tiba muncul menjadi elite partai. Ketika AKbar Tanjung menskors 19 Pengurus beberapa waktu lalu (2002) dan menuai pro-kontra, Rizal justru tampil sebagai pengamat politik yang membela, menurutnya apa yang dilakukan oleh DPP Partai Golkar merupakan sesuatu yang wajar dalam proses konsolidasi partai, sehingga penonaktifan 19 pengurus Partai Golkar bukan sebagai hal yang kontroversial, tapi malah justru dapat menyatukan Golkar dengan lebih koheren dalam menentukan garis partai dan membuat organisasi Golkar menjadi lebih efektif.

Aburizal Bakri sendiri dalam pidato penutupan munas menyampaikan bahwa khusus untuk pemilihan presiden pada 2014 mendatang, Golkar harus mengajukan kadernya sebagai calon presiden, dan menandaskan bahwa calon tersebut tak harus ketua umum, yang terpenting merupakankader terbaik dan terpopuler. Ini tentu saja merupakan peluang bagi Cheli, selama 2 Pilpres lalu bersama Mega-Hasyim (2004) dan SBY-Boediono (2009), akan merupakan pengalaman yang berharga untuk menjadikannya sebagai Capres Partai Golkar pada tahun 2014.

Akankah Golkar bakal meretas jalan bagi Cheli untuk tampil lagi sebagai Capres kelak, mari kita bersabar mengamat-amati.

Tags: , , , , ,

Share on Facebook
20 tanggapan untuk “Ada “Rizal Mallarangeng” di Golkar, Capres 2014?”

Wednesday, October 7, 2009

Ical Golkar, SBY Totaliter?

Ical Golkar, SBY Totaliter?
Oleh Sapri Pamulu - 8 Oktober 2009 - Dibaca 1021 Kali -

Sebuah portal berita menyajikan topik yang menarik sekaitan dengan terpilihnya Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar 2009-2015: Golkar Mandiri Bersama SBY. Mengutip Arbi Sanit, analis politik dari Universitas Indonesia (UI) yang menilai kemenangan Ical ini sebagai pelengkap totaliterisme SBY dalam pemerintahan lima tahun ke depan. Indikator “totaliterisme” ini bisa dirujuk kepada proses penentuan dan keterpilihan ketua DPR, DPD, MPR, Plt KPK sampai Ketua Umum Partai Golkar yang secara jelas untuk mengakomodasi kepentingan SBY. Olehnya itu menurut sang pengamat, maka kepemimpinan SBY yang totaliarisme dan otorianisme menjadi model yang sempurna

Tapi apakah betul SBY akan memimpin Indonesia kedepan dengan model yang dimaksud?? Dalam ilmu politik, totaliterisme merujuk kepada gejala negara yang totaliter, dimana sistem politik mengontrol, menguasai dan memobilisasikan segala segi kehidupan masyarakatsecara menyeluruh. Dalam bentuk yang lebih parah dan mengerikan, sebagaimana ditulis oleh Orwell (1946) dalam romannya “Animal Farm” bahwa penguasa model totaliter itu berkeinginan memimpin tidak hanya dengan tanpa gangguan dari bawah, dan memonopoli kekuasaan saja, tapi juga ingin secara aktif menentukan bagaimana masyarakat berekspresi dan beraktifitas. Model macaa SBY juga memahami cara yang ditempuh Presiden Soeharto yang memilih demokrasi yang semiotoritarian karena ingin menghadirkan stabilitas politik agar pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik.

Jika sikap oposisi oleh partai lain dipandang sebagai salah bentuk mekanisme “check and balance” ini, maka setelah menguatnya indikasi PDIP dan Golkar merapat ke SBY, maka tentu saja tinggal partai Hanura dan Gerindra yang menjadi harapan yang tersisa di parlemen, meskipun paduankekauatan keduanya tidak melampaui 10% dari total suara parlemen. Hal yang tentu saja berbeda jika mereka bersama PDIP dan Golkar tetap dalam koalisi besar yang pernah dicanangkan pada saat koalisi Pilpres yang disebutkan juga akan berlanjut menjadi koalisi di Parlemen. SBY sendiri mengingatkan bahwa koreksi terhadap pemerintah semestinya tidak harus dalam beroposisi dengan pemerintah, tetapi bisa juga dengan modus yang sama yang selama ini dilakukan masyarakat melalui LSM.

Tags: , , , ,

Share on Facebook
7 tanggapan untuk “Ical Golkar, SBY Totaliter?”

Tuesday, October 6, 2009

Gerah dan Sejuknya Lingkaran SBY Kemarin

Gerah dan Sejuknya Lingkaran SBY Kemarin
Oleh Sapri Pamulu - 7 Oktober 2009 - Dibaca 1099 Kali -

Selasa kemarin ada 2 peristiwa yang setidaknya penting dan menarik yang mencubit benak setelah membaca portal Kompas dan Tempo, yang bermuara pada pusaran Presiden terpilih, SBY. Pertama, SBY Gerah dengan Pernyataan JK, dijudulkan oleh Kompas. Ajakan JK, sang Wapres, sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) untuk memilih satu diantara 2 opsi, koperasi atau oposisi dengan pemerintahan mendatang, dan ini ditengarai sebagai upaya menggiring Golkar untuk bersikap berbeda dengan yang sekarang. Menariknya, karena SBY juga kontan menanggapi melalui konperensi pers dimana SBY mengingatkan bahwa koreksi terhadap pemerintah semestinya tidak harus dalam beroposisi dengan pemerintah, tetapi bisa juga dengan modus yang sama yang selama ini dilakukan masyarakat melalui LSM. Tentu saja tanggapan ini menimbulkan berbagai komentar lanjutan, ada apa SBY sampai ikut gerah, toh kekuatan SBY sudah pasti di eksekutif dan mumpuni di DPR pasca Taufik Kiemas (PDIP) menjadi Ketua MPR. Pada awal penjajakan calon Wapres beberapa waktu yang lalu, justru SBY juga sempat membuat Golkar gerah dan akibatnya bergonjang-ganjing

SBY (Kompas)

Kedua, momen sebaliknya, kesejukan terjadi antara Tempo-Goenawan Mohammad (GM) dan Tommy Winata (TW) yang diberitakan Tempo sebagai hasil jerih payah Todung Mulya Lubis. Sebagaimana banyak dituliskan Mas Wisnu dalam Kompasiana ini, pentolan Tempo, GM, dan TW memang dikenal sebagai supporter SBY-Boediono dalam kampanye lalu.Perseteruan ini bermula saat TW menggugat GM, dan PT. Tempo Inti Media Harian (Koran Tempo) atas pencemaran nama baik dan dimenangkan TW, lalu Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi yang diajukan Goenawan Mohamad dan mengharuskan Goenawan dan Tempo meminta maaf melalui beberapa media massa. Setalah 6 tahun bersengketa, mereka bersepakat menyelesaikan perkara yang terjadi dan menandatangani perjanjian damai, selasa malam.
Hugh, akhirnya pusaran SBY kembali menjadi sejuk, tidak hanya gerah saja di siang hari kemarin itu.

Tags: , , , , , ,

Kompasiana: http://public.kompasiana.com/2009/10/07/gerah-dan-sejuknya-lingkaran-sby-kemarin/

Share on Facebook
9 tanggapan untuk “Gerah dan Sejuknya Lingkaran SBY Kemarin”

Thursday, October 1, 2009

Sulsel: Apakah anda berbatik hari ini??

Sulsel: Apakah anda berbatik hari ini??
Oleh Sapri Pamulu - 2 Oktober 2009 - Dibaca XYZ Kali -

Sebagaimana ditetapkan UNESCO (Educational, Scientific and Cultural Organisation ) pada hari ini, bahwa batik sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari budaya Indonesia. Batik Indonesia ini menyusul Keris dan Wayang Orang yang telah diakui pada tahun 2008 lalu. Daftar warisan selengkapnya dapat ditelusuri pada situs Intangible Cultural Heritage - UNESCO. Dari dokumen nominasi batik ini disebutkan bahwa budaya batik terdapat di 23 dari 33 provinsi di Indonesia, antara lain Aceh, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua.

Dari 23 provinsi tersebut disebut 9 propinsi yang telah memiliki budaya batik sejak dahulu kala, yaitu Jambi, Sumsel, Banten, Jakarta, Jabar, Jateng, Jogya, Jatim, dan Sulsel. Uniknya, diantara kesembilan provinsi ini, Sulsel (Sulawesi Selatan) justru merupakan satu-satunya provinsi di mana masyarakat tidak menggunakan batik sebagai pakaian sehari-hari, seperti delapan provinsi lainnya. Olehnya itu tulisan ini dimaksudkan untuk menggugah himbauan untuk berbatik sesuai dengan tradisi budaya yang telah lama diwariskan, bukan sekadar memperingati hari Batik pada hari ini menyusul penetapan UNESCO.

Menyimak catatan sejarah batik dalam dokumen tersebut umumnya merujuk kepada budaya tradisional Jawa , tentu saja menarik untuk mencoba melihat sejarah batik di Sulsel yang menurut ulasan di Kompas: Batik, menuju pengakuan dunia, bahwa Cikal bakal batik dapat ditelusuri dari kain simbut dari Banten dan kain ma’a dari Toraja di Sulawesi Selatan yang memakai bubur nasi sebagai perintang warna. Oleh karena posisi geografis Toraja terisolasi di pegunungan, maka para ahli menduga kemungkinan besar batik itu asli dari sana, tidak dipengaruhi India sebagaimana sejarah batik Jawa yang ditengarai dikenalkan pada jaman Raja Lembu Amiluhur (Jenggala), sehingga batik Toraja ini memunculkan teori boleh jadi Indonesia juga melahirkan batik pertama.

Menurut TT Soerjanto, kurator pada Museum Batik Kuno Danar Hadi (Solo) dan juga mantan Kepala Balai Pengembangan Batik di Yogyakarta bahwa produk kain yang mengalami proses celup rintang ini dikenal sejak abad V di Tanah Pasundan dan Tana Toraja. Setelah menyusuri database ilmiah Pro-Quest, dapatkan satu thesis master yang disubmitted di California State University, oleh Trish Hodge (1999) yg mengurai ringkas sejarah batik (hal 13-19). Mengutip Heringa (1996), konon batik ini diperkenalkan oleh orang India, pada saat Raja Lembu Amiluhur menikahkan putranya dengan putri India, sekitar tahun 700. Dalam bagian lainnya, disebut kalau batik dalam bentuk yang lebih primitif justru sudah dimiliki oleh orang Toraja (Tana Toraja, Sulawesi Selatan). Kata “batik” sendiri baru secara tertulis ditemukan pada tahun 1641 dalam dokumen pengiriman barang dari Batavia (Jakarta) ke Bengkulu, sedangkan menurut pakar batik Belanda, Rouffaer (1914), referensi pertama tentang batik ini merujuk ke tahun 1520 (Gittinger, 1985)

Sungguh dapat disayangkan bahwa budaya batik di Sulawesi Selatan justru tidak berkembang seperti beberapa provinsi lainnya yang telah lama mewarisi tradisi ini.

Jadi untuk Sulsel, sudahkah anda berbatik pada hari ini?

Tags: , , ,

Share on Facebook