Wednesday, August 12, 2009

Intelijen: “Noordin M Top”, itu rekayasa polisi?? (bagian 2)

Intelijen: “Noordin M Top”, itu rekayasa polisi?? (bagian 2)
Oleh Sapri Pamulu - 13 Augustus 2009 - Dibaca 1767 Kali -

Dalam tulisan lalu (09/08/09), Intelijen: Bukan “Noordin M Top” yang tewas, itu rekayasa, disampaikan hasil analisis dari para pengamat intelijen, Jika menelisik ulang ulasan-ulasan yang ada dari pengamat intelijen, setidaknya terdapat 3 (tiga) analisis yang berujung pada kesimpulan yang sama bahwa yang tewas itu bukanlah Noordin M Top, tapi orang lain dalam jaringannya. Dan analisis ini memang terbukti benar, sebagaimana yang dipermaklumkan oleh POLRI bahwa yang tewas dalam operasi penggerbekan di Temanggung itu adalah Ibrohim alias Boim. Kepala Desk Antiteror Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Inspektur Jenderal (Purn) Ansyad Mbay mengatakan tidak ada gunanya membicarakan soal yang tewas di Temanggung, karena menurutnya, Ibrohim lebih berbahaya dari Noordin. Ibrohim uga siap menjadi eksekutor bom bunuh diri dengan sasaran Presiden SBY.

Pada bagian ini, dimaksudkan untuk melanjutkan pandangan Al Chaidar yang menarik itu, dengan membandingkannya dengan pengamat intelijen lainnya, dalam hal teori konspirasi atau rekayasa persekongkolan. Setidaknya ini bisa menjadi sisi lain dari kekusutan pikiran kita yang selalu mencoba memecahkan teka-teki “Noordin M Top”. Ibarat bermain puzzle, mari kita menghubung-hubungkan beberapa bagian cerita atau pendapat yang terserak untuk menjadikannya mendekati utuh. Hints dari puzzle ini berangkat dari thesis Al Chaidar yang menduga operasi terhadap Noordin ini merupakan operasi rekayasa (by design) dari POLRI.

Mark Parisi (C)

Pertama, AC Manulang, pengamat intelijen, Mantan Direktur BAKIN. Menurut AC Manulang, Nor din M Top bisa jadi masih berada di Jakarta, dan sebenarnya tidaksulit menangkap Noordin jika polisi sudah mempunyai data-data yang akurat. Justru polisi sudah terjebak dalam teori penyesatan Intelijen, sejak operasi Temanggung. Alasannya, tidang masuk akal jika buronan sembilan tahun, sekelas Noorsin bersembunyi di tengah ladang, harusnya pasti memilih di kota-kota besar, seperti Jakarta. Jadi, informasi yang diperoleh polisi adalah merupakan skenario teroris yang sengaja direkayasa oleh kontraktor intelijen asing untuk penyesatan. Ini terbukti informasi yang diterima polisi dari Aris dan Indra yang ditangkap di Temanggung sengaja memberikan tahu bahwa Noordin ada di rumah di Beji. Dalam kasus ini, Manulang mengkonfirmasikan bahwa ada tangan intelijen asing yang menggerakkan, jadi Noordin hanya
dipakai oleh kekuatan asing. Manulang juga berpendapat bahwa skenario presdien SBY sebagai sasaran hanya akan merupakan bahan bebrgai pihak di luar negeri. Teorinya hanya orang dekat (dalam) yang bisa membunuh seorang presiden.

Kedua, Umar Abduh, pengamat intelijen, mantan teroris NII - Woyla, yang juga dikenal menulis dan menyunting beberapa buku terutama “Konspirasi intelijen & gerakan Islam radikal“. Menurut Umar, Noordin sebenanrnya sudah ditangkap tangan di Jawa Timur pada bulan Februari lalu, tetapi dilepas lagi. Konon katanya jangan dulu dikerangkeng oleh salah seorang jenderal yang berkompeten, yang bukan kapolri atau wakapolri, sosok yang berurusan dengan teroris. Jadi dalam pandangan Umar, Noordin itu sebenarnya memang sudah kompakan dengan polisi. Senada dengan AL Chaidar, Umar juga berpandangan bahwa penggerebekan Temanggung itu cuman sandiwara belaka.

Konsisten dengan analisis sebelumnya, tentang pelaku pengeboman Ritz Carlton - JW Marriot, Umar memaparkan sejumlah keanehan. Pertama, setiap terjadi peledakan bom maka aparat epolisian langsung selalu saja menyebut nama Noordin M Top. Padahal katanya, seluruh teroris alumni Afganistan mahir merakit bom. Peran Noordin hanyalah sebagai penentu akhir siapa yang layak melakukan eksekusi. Keanehan kedua, aparat kepolisian juga selalu gagall menangkap Noordin . Dikejar setelah lari kabur sehingga menimbulkan pertanyaan, ini ada apa?” Ketiga, pasca peledakan bom, Presiden SBY malah tampil memerankan dirinya sebagai juru bicara Kapolri. Umar menduga ada orang-orang di sekeliling presiden yang memberikan informasi di luar prosedur sehingga presiden tak fokus ke bom tapi lebih ke aspek politisnya. dan SBY menjadi kerepotan sendiri menghadapi penilaian publik atas pidatonya itu. Ringkasnya, Umar berpendapat bahwa ini proyek terorisme, bukan proyek untuk mengatasi terorisme. Konon ada selorohan bahwa ada kelompok teroris yang keluar masuk di Pejaten (BIN)

Noordin M Top

Jika merangkum analisis kedua pengamat di atas, tampak “proyek Noordin” ini merupakan proyek konspirasi. Menurut Manulang, konspirasi elemen intelijen asing yang menyesatkan POLRI, sedangkan versi Umar Abduh, justru proyek kongkalikong POLRI dan BIN. Wallahu a’lam bisshawab

Btw, menurut anda bagaimana??

Tags: , , , , , , , ,

Share on Facebook
17 tanggapan untuk “Intelijen: “Noordin M Top” Itu Rekayasa Polisi?? (bagian 2)”

Menunggu Kabinet “Sembako” SBY

Menunggu Kabinet “Sembako” SBY
Oleh Sapri Pamulu - 12 Augustus 2009 - Dibaca xyz Kali -

Menyusul putusan MK yang menolak gugatan Mega-JK, maka sebagai pemenang, SBY-Boediono, akan segera mempersiapkan tim kerja (kabinet) untuk agenda mendatang pasca gerbong SBY-JK yang berakhir oktober mendatang.

Jika kembali membuka arsip-arsip survey yang dilakukan berbagai lembaga termasuk LP3ES terdapat temuan-temuan menarik yang menurut responden merupakan agenda yang mendesak untuk SBY-Boediono. Kemmenarikannya justru terletak pada sejumlah agenda lama yang populer menyangkut hajat hidup yang sangat mendasar, yaitu sembako (sembilan bahan pokok) dan lapangan kerja yang sekaligus mencerminkan kondisi kekinian tingkat kemapanan atau keprihatinan masyarakat.

agenda lp3es

Dalam laporan exit poll oleh LP3ES di atas, agenda mendesak adalah pengendalian harga sembako, penyediaan lapangan kerja, dan layanan pendidikan. Sedangkan dalam laporan survey LSI, masalah-masalah yang mendesak untuk 5 tahun kedepan menurut responden juga masih dalam bingkai yang sama, yaitu sembako, pengangguran, pendidikan dan kemiskinan, serta tambahan tentang korupsi dan KKN.

Olehnya itu tidak ada salahnya jika kabinet mendatang masih akan merupakan kabinet sembako, yang tentu saja akan sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti BBM yang sangat tergantung kepada kebijakan pemerintah, naik turunnya harga bbm tak dapat dipungkiri menjadi dongkrak bagi harga sembako

Akhirnya, selamat bekerja untuk SBY-Boediono

Tags: , , ,

Share on Facebook

Tuesday, August 11, 2009

Bocoran Rapat Hakim MK: (Tidak) Diulang

Bocoran Rapat Hakim MK: (Tidak) Diulang
Oleh Sapri Pamulu - 12 Augustus 2009 - Dibaca 600 Kali -

Ketidaksabaran memang sudah dimaklumi sebagai hal yang manusiawi, tapi selalu ada-ada saja pihak yang ingin mengetahu sesuatu yang belum diketahui bentuk atau hasilnya dengan cara memperoleh rekaan atau contekan dari yang sesuatu yang benar akan menjadi kenyataan, dalam istilah umumnya disebut “bocoran” Anehnya seorang sahabat bertanya apa ada bocoran putusan atau rapat hakim MK yang akan dibacakan putusannya siang hari ini? Untuk merespon ketidaksabaran itu bocoran “google” pun saya informasikan, silahkan baca Bocoran Rapat Hakim MK di Primair. Pasca informasi ini, sang sahabat sudah tidakmengabari lagi, barangkali ybs sudah menikmati bocoran googling itu.

portaltiga/primair)

Di Primair atau JPNN memang ada diberitakan tentang Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyampaikan informasi bahwa saat semalam dimana kesembilan hakim konstitusi sedang menjalankan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebelum mengeluarkan putusan tentang perkara pemilihan umum presiden pada hari ini. Sebenarnya Risalah-risalah sidang dapat dibaca dan diunduh dari situs MK, dan yang mungkin sangat menarik untuk menjadi referensi bagi siapa saja, baik yang paham atau sumir tentang ini.

Konon, dalam rapat yang berjalan alot tersebut, ada beberapa hal yang sangat sulit dan masih muncul perdebatan di antara para hakim konstitusi, terutama terkait bukti-bukti dari para pemohon yang sudah disusun sedemikian rupa, namun belum dapat dipastikan apakah secara masif dan terstruktur mempengaruhi suara pasangan SBY-Boediono. Sebagai contohnya, alat bukti yang ada tengah dipadukan dengan fakta sidang. Dalam masalah alat bukti daftar pemilih tetap (DPT) misalnya, fakta di sidang membuktikan bahwa alat bukti antara pemohon, yakni Mega-Prabowo dan JK-Wiranto, berbeda dengan bukti Komisi Pemilihan Umum selaku termohon. Nah, dari situ pendapat hakim berpengaruh dalam RPH. Meskipun berjalan alot, menurut sang Hakim, dalam putusan persidangan nanti diharapkan tidak ada dissenting opinion (pendapat berbeda) dari salah satu hakim. Ini merujuk pada putusan-putusan perjaran tentang pemilu yang biasanya diperkarakan di MK.

Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, menduga beberapa kemungkinan putusan yang akan diambil oleh
Hakim MK. Pertama menurut Jimly adalah, putusan MK meminta agar dilakukan pungutan suara diulang. Kedua MK memutuskan untuk penghitungan suara ulang dan ketiga Pemilu Presiden dilakukan dalam dua putaran karena pasangan SBY tidak sampai memperoleh 50 persen suara, dan yang paling memungkinkan juga adalah kemungkinan SBY-Bodiono tetap menang sebagaimana hasil Rekap Nasional KPU, dengan alasan bahwa meski disana sini ada kasus tapi tidak digeneralisir untuk menyatakan terjadi kecurangan massif, sistimatis dan terstruktur secara nasional.

Dalam kaitan dengan kemungkinan putusan MK, hanya terdapat tiga kemungkinan jenis putusan. Pertama, putusan dalam hal permohonan tidak dapat diterima. Putusan ini diambil jika terdapat Legal Standing dimana kedudukan Pemohon dan Termohon tidak tepat, atau objek perselisihan tidak tepat atau bukan kewenangan MK. Kedua, putusan yang mengabulkan permohonan baik Putusan yang mengabulkan seluruh materi permohonan maupun putusan yang mengabulkan sebagian materi permohonan pemohon. Ketiga putusan yang menolak permohonan materi pemohon.

Jika putusan MK mengabulkan suatu permohonan, didasarkan pada hasil pemeriksaan permohonan yang dan Klarifikasi tentang ada atau tidaknya kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU yang merugikan hak konstitusi peserta tertentu, maka kemungkinan putusannya adalah penghitungan suara ulang. Contoh putusan MK tentang penghitungan suara ulang terjadi pada Pilkada Jatim beberapa waktu lalu. Ini sangat relevan jika dikaitkan dengan adannya materi gugatan tentang penggelembungan puluhan juta itu yang diajukan pemohon, terutama kubu Mega-Prabowo.

Jika hasil pemeriksaan dan klarifikasi tentang ada atau tidaknya pelanggaran Pemilu yang mengharuskan pembatalan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan pelanggaran tersebut mempunyai berdampak sebagai hubungan sebab akibat yang merugikan hak konstitusi peserta tertentu dan pelanggaran yang terjadi, maka kemungkinan putusannya adalah pemungutan suara ulang. Contoh putusan MK tentang pemungutan suara ulang juga terjadi pada Pilkada Jatim. Putusan pemungutan suara ulang tersebut diputuskan oleh MK apabila pelanggaran yang terjadi terbukti paling sistematis, terstruktur, dan masif.

Dalam tulisan lalu (31/07), Skenario SBY Vs Mega, Pilpres 2 Putaran Masih Mungkin?? (Bagian 2), penulis materi gugatan dikelompokkan berdasarkan 3 modus operandi saja dari berbagai pihak yang tertuding. Pertama, modus pemilih fiktif dalam DPT yang diduga kacau. Kedua, penambahan suara pada pasangan tertentu, dan terakhir, Ketiga, kesalahan perhitungan atau rekapitulasi suara dari berbagai tingkatan. Jika modus ini dikelompokkan mernutu kemungkinan skenario tuntutan, maka modus 1 dan ketiga (13) akan berujung kepada pemilihan/perhitungan ulang, sedang modus 2 akan memungkinkan pilpres 2 putaran. Tampaknya pemilihan/perhitungan ulang lebih berpeluang terjadi daripada skenario Mega versus SBY di putaran kedua. Jika memeriksa silang kemungkinan ini berdasarkan UU No 10/2008 maka putusan pemungutan suara ulang hanya bisa diambil jika pelanggaran yang terjadi terbukti sistematis, terstruktur, dan masif sedangkan putusan penghitungan suara ulang jika hasil penghitungan suara tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Jika menyimak bocoran yang disampaikan di atas, dan disampaikan oleh Ketua MK beberapa waktu lalu, dari tampaknya putusan di-ulang akan lebih mungkin daripada tidak, sesuai dengan judul (tidak) diulang. Jika hanya mempertimbangkan aspek sumber daya (bukan hukum) tentu putusan perhitungan ulang akan menjadi kemungkinan terbaikyang dapat diterima oleh semua pihak. Meski apapun putusan MK akan tidak mungkin juga memuaskan semua pihak, tapi Ketua MK sudah berkeyakinan bahwa para capres akan legowo menerima apapun putusan yang diambil MK pada hari ini. Wallahu’alam bisshawab

Tags: , , , , , , , ,

Share on Facebook

Saturday, August 8, 2009

Intelijen: Bukan “Noordin M Top” yang tewas, itu rekayasa

Intelijen: Bukan “Noordin M Top” yang tewas, itu rekayasa
Oleh Sapri Pamulu - 9 Augustus 2009 - Dibaca 6001 Kali -

Mungkin maraknya pemberitaan operasi POLRI yang menewaskan Noordin M Top di Indonesia juga berimbas di Australia sini, semua stasiun televisi juga selalu menyiarkan update terbaru tentang kisah pengerebekan teroris di Kuningan dan Temanggung. Secara emosional, publik Australia memang sangat concern pasca Bom Bali lalu yang terbanyak menewaskan warga Kangguru. Yang unik di sini karena belum ada pemberitaan yang meragukan apakah Noordin M Top yang tewas atau bukan?, sebagaimana yang lagi hangat diulas di sana.

Dalam tulisan lalu (18/07/09), Bom Mega Kuningan, Tidak Ada Kaitannya Dengan Mega dan Kuningnya JK disitir 2 kerangka analisis dari pengamat Intelijen Indonesia AC Manullang, dan kajian kajian politik di Amrik, Guilmartin, E. K. (2004). Manullang menungkap 3 analisis peristiwa, Pertama, apapun, siapapun dan bagaimanapun peristiwa akhir-akhir ini terkait dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya Pemilu Legislatif dan Pilpres. Alasannya pelaksanaan Pemilu dan Pilpres di Indonesia sangat menarik perhatian dunia internasional. Pilpres yang berjalan satu putaran, itu sangat luar biasa, jadi aksi ini cuma cari-cari dan cari gara-gara saja Kedua, belakangan ini terjadi aksi kekisruhan sosial, agama termasuk kasus di Papua, ini dalam waktu dekat juga akan terjadi lagi. Ketiga, terkait kedatangan orang asing, seperti para pemain sepakbola MU ke Indonesia. Guilmatin dengan model regresinya menguji hubungan antara serangan teroris dengan popularitas presiden dari tahun 1949-2002 dengan menambahkan indikator serangan teroris dan lokasinya, fatalitas dan taktiknya terhadap parameter ekonomi dan politik. Ditemukan bahwa terdapat kaitan erat antara faktor-faktor tersbut dengan tingkat penerimaan atau penolakan terhadap kinerja presiden. Analis pun menjadi marak berspekulasi jika kegiatan teror itu justru merupakan rekayasa, by design, untuk meningkatkan popularitas sang Presiden.

Jika dianalisis lebih lanjut antara keduanya maka dapat diambil kesimpulan sela bahwa bom Mega-Kuningan itu lebih merupakan bom ideologis, karena dapat dikaitkan sebagai upaya deligitimasi SBY yang terpilih lagi, dan kelompok teroris memang sangat bergairah menegasi dominasi AS dalam percaturan politik dunia termasuk di Indonesia.

Jika menelisik ulang ulasan-ulasan yang ada dari pengamat intelijen, setidaknya terdapat 3 (tiga) analisis yang berujung pada kesimpulan yang sama bahwa yang tewas itu bukanlah Noordin M Top, tapi orang lain dalam jaringannya. Keraguan dan spekulasi menjadi menguat karena POLRI juga belum dapat memastikan identitas teroris yang tewas dalam operasi di Temanggung, dan kini direlokasi ke Jakarta untuk keperluan otopsi dan uji DNA ybs.

Pertama, A.M. Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Hendropriyono meragukan kebenaran tewasnya Noordin yang disergap berdasarkan modus operasi, yaitu waktu dan peralatan. Waktu operasi yang sampai 18 jam, dan peralatan operasi penyergapan yang dianggap tidak memadai. Kisah solo Noordin seorang diri juga menjadi hal yang diraguka, menurut Hendro, seorang Noordin Top tidak mungkin untuk jalan atau tinggal sendirian, tidak ada pengawalan, sehingga sukar dipercaya.

Kedua, Dynno Chressbon, Pengamat intelijen, yang juga mengaku mendapatkan foto yang menurutnya tidak mirip sama sekali dengan Noordin. Dynno menyatakan profil wajah yang tewas itu lebih mirip preman pasar daripada Noordin M Top. Dalam foto tersebu, tampak pria naas tersebut memiliki wajah lonjong dengan struktur rahang yang tegas. Tidak seperti wajah Noordin yang bulat, sebagaimana sketsa disebarkan pihak kepolisian.

Ketiga, yang paling menarik, Al Chaidar, Pengamat Teroris Negara Islam Indonesia (NII), yang berkeyakinan bahwa yang tewas tertembak itu bukanlah Noordin. Al Chaidar mengaku belum mendapatkan verifikasi dari jariangan teroris itu sendiri jika Noordin benar-benar telah tewas, dan juga melihat banyak kejanggalan yang terjadi dalam operasi itu. Menurut Chaidar, kejanggalan pertama terletak pada pemilihan lokasi tempat persembunyian Noordin. Locus itu merupakan lokasi yang sudah pernah disterilkan POLRI dan itu bukan menjadi kebiasaan Noordin untuk mendatanginya, dan justriu Noordin biasanya langsung memutus hubungan dengan lokasi tersebut. Kejanggalan kedua, menurut Chaidar, adalah soal keberadaan Noordin yang sendirian di dalam rumah tanpa disertai dengan pengawalan. Noordin biasanya mempunyai pengawal dalam radius 100 meter dan bahkan tidak mungkin melakukan kontak senjata dalam jarak yang sedekat itu, dan itu menjadi lahan para pengawal. Ketiga, yang merupakan kejanggalan yang paling parah menurut Al Chaidar adalah, sosok Noordin yang tidak memakai bom rompi, karena dalam situasi dan kondisi apapun, Noordin pasti menggunakan bom rompi, termasuk jika Noordin shalat dan makan. Oleh karena itu Chaidar menduga bahwa yang ditembak di Temanggung bukanlah Noordin, melainkan anak buahnya, yang termasuk dalam jaringan Noordin M. Top. Chaidar sendiri mengendus lokasi keberadaan Noordin justru tidak di Jawa Tengah tetapi di Jawa Timur. Al Chaidar justru menduga operasi terhadap Noordin ini merupakan operasi rekayasa (by design) dari POLRI.

Jika dugaan Al Chaidar ini benar, tentu saja akan menimbulkan spekulasi lebih lanjut, ada apa POLRI smpai nekad untuk melakukan rekayasa?? Apakah POLRI ingin konsisten dengan membuktikan dugaan kaitan bom Mega-Kuningan itu dengan SBY?? Indikasi ini juga dapat disimak dari ungkapan Kapolri, BHD. Dalam jumpa pers kemarin BHD mengungkapkan lokasi penggerebekan teroris di Jatiasih, Bekasi, jaraknya tidak jauh dari kediaman SBY. Kedekatan dengan rumah SBY itulah alasan teroris mengapa memilih mengontrak rumah di Jatiasih. BHD menegaskan bahwa ini Ini merupakan keterangan dan fakta yuridi, dan meminta agar informasi ini jangan terlalu dipelintir.

Wallahu’allam bisshawab, Sapri

Tags: , , , ,

Share on Facebook
101 tanggapan untuk “Intelijen: Bukan “Noordin M Top” yang tewas, itu rekayasa

Monday, August 3, 2009

Coblos SBY 51 kali, Jeblos 1.5 tahun Penjara

Coblos SBY 51 kali, Jeblos 1.5 tahun Penjara
Oleh Sapri Pamulu - 4 Augustus 2009 - Dibaca 2034 Kali -

Sejatinya tulisan yang disiapkan menyangkut kasus gugatan pilpres, bagian ke-3, melanjutkan tulisan Skenario Mega vs SBY, tapi kepincut berita hukum yang ditampilkan Tempo Interaktif. Kasus Beni Batubara, 44 tahun, Kepala Desa Unte Mungkur 2, Kecamatan Tolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, dihukum 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Sibolga karena melakukan pelanggaran pemilihan presiden dengan menyontreng pasangan SBY-Boediono sebanyak 51 kali. Beni ditangkap warga desanya saat akan memasukkan 51 lembar surat suara ke dalam kotak suara di TPS 2.

majelis hakim

Mungkin kasus ini yang pertama merupakan putusan pengadilan tentang pelanggaran pilpres yang disitir luas oleh media, sejak diberitakan Harian Sumut Pos setelah H+3 pencoblosan pilpres lalu. Menariknya karena pelanggaran ini dilakukan oleh seorang Kades, buka Lurah (PNS) yang diakui dilakukannya atas inisiatif sendiri, Beni mengaku melakukan kecurangan karena terdorong kecintaannya kepada pasangan capres/cawapres bersangkutan.

Sungguh-sungguh sesuatu tindakan pribadi yang sangat berani, dan bisa berefek luas karena putusan ini sudah merupakan putusan hukum, berkekuatan hukum tetap. Kepikiran apakah sang Kades boleh melakukan upaya hukum di tingkat pengadilan yang lebih tinggi, misalnya Pengadilan Tinggi sampai Mahkamah Agung (MA) atau sudah final?

Dengan vonis ini, maka terbukti telah terjadi kecurangan pada pelaksanaan pilpres lalu, dan mungkin sudah menjadi objek atau bukti sengketa hukum tambahan yang diajukan oleh Tim Mega-Prabowo. Jika menyimak beberapa kasus sengketa Pilkada, maka kemungkinan skenario pemilihan ulang yang telah di ulas dalam tulisan lalu itu dapat menjadi kenyataan. Daerah-daerah yang terbukti terdapat kecurangan maka digelar pencoblosan ulang, meski tampaknya jika ini terjadi tidak akan mengubah banyak hasil yang sudah ada, hal yang berbeda jika pilpres digelar ulang seluruhnya, tapi ini juga opsi yang mustahil. Lebih masuk akal jika skenario plpres putaran kedua yang terjadi, meski kebanyakan pendapat yang mengemuka bahwa hasil juga akan tetap sama.

Skenario putusan dalam tulisan lalu itu didasarkan atas 3 modus operandi saja dari berbagai pihak yang tertuding. Pertama, modus pemilih fiktif dalam DPT yang diduga kacau. Kedua, penambahan suara pada pasangan tertentu, dan terakhir, Ketiga, kesalahan perhitungan atau rekapitulasi suara dari berbagai tingkatan. Jika modus ini dikelompokkan menurut kemungkinan skenario tuntutan, maka modus 1 dan ketiga (13) akan berujung kepada pemilihan ulang, sedang modus 2 akan memungkinkan pilpres 2 putaran., sehingga tampak pemilihan ulang lebih berpeluang terjadi daripada skenario Mega versus SBY di putaran kedua.

Kasus-kasus yang diajukan oleh Tim Mega di sidang MK ,jika digelar hari ini, masih merupakan dugaan yang perlu dibuktikan kebenarannya, maka vonis pengadilan di atas justru sebaliknya, karena sudah terbukti secara hukum, sehingga kita akan dapat melihat nanti kemungkinan-kemungkinan skenario yang lebih menarik dari gugatan sengketa pilpres. Ibarat dalam satu persidangan, ada “putusan sela” yang telah diketok, kecuali jika “putusan sela” ini dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi sebagaimana kasus “Prita” itu. Wallahu ‘alam bishhawab

Salam Kompasiana, Sapri

Catatan: Tulisan ini juga ditayangkan di blog Kompas - Kompasiana

Tags: , , , , , , ,

Share on Facebook
27 tanggapan untuk “Coblos SBY 51 kali, Jeblos 1.5 Tahun Penjara