Wednesday, September 23, 2009

Super power SBY dengan PERPPU, Catatan atas kasus Super body KPK

Super power SBY dengan PERPPU, Catatan atas kasus Super body KPK
Oleh Sapri Pamulu - 24 September 2009 - Dibaca 850 Kali -

Jika mencermati ulasan-ulasan para pakar dan pengamat, maka dari kasus KPK -sang lembaga super body- dapat di prediksi akan keluarbiasaan kebesaran kekuasaan yang digenggam SBY sebagai presiden terpilih. Bagaimana tidak, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPUU) akan dapat menyulap UU dalam sekejap dengan kriteria genting saja, lalu PERPPU juga ternyata tidak dapat diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena bukan merupakan produk Undang-Undang (UU), karena tidak setara dengan susunan perundang-undangan. Sehingga yang paling memungkinkan untuk mengugurkan PERPPU ini hanya dapat melalui mekanisme sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana diatur dalam Konstitusi. Dalam Pasal 22 UUD 1945 ayat 2 diatur tentang keharusan PERPPU itu mendapatkan persetujuan DPR, dan konsekeuensinya, jika tidak disetujui maka PERPPU itu harus dcabut, sebagaimandisebutkan dalam ayat 3 berikutnya.

Hanya saja, jika koalisi pilpres berlanjut, sebagai partai mayoritas dalam parlemen maka PERPPU yang dirilis presiden SBY tidak akan mengalami hambatan untuk disahkan. Inilah yang dimaksud penulis sebagai kekuatan adi daya (super power) dari presiden SBY sekarang ini. Ini tentu saja dapat menjadi sesuatu yang membahayakan jika “power must not go unchecked”, sebagaimana SBY sendiri mengatakan hal yang sama sebagai evaluasi terhadap KPK beberapa waktu lalu. Mahfud MD, Ketua MK, mengkonfirmasikan kekuatan SBY ini dalam soal PERPPU ini, karena dalam keadaan genting alasannya cukup berdasarkan pandangan subyektif presiden, hal yang berbeda jika ditentukan keadaan bahaya dimana alasan obyektif menjadi prioritas.

Dengan kondisi seperti ini, tampaknya peran oposisi, meski tidak melembaga, menjadi sesuatu yang perlu, untuk mengkritisi apapun produk pemerintah (presiden) sehingga terdapat “mekanisme check and balance” dalam penyelenggaraan kekuasaan. Optimisnya, barangkali kita masih dapat berharap akan posisi SBY yang akan lebih condong sebagai kepala negara daripada sebagai kepala pemerintahan dalam bandul sikap terhadap berbagai persoalan pelik yang melanda bangsa, Tentu optimisme ini masih harus dibuktikan dalam kaitan pos kabinet yang juga dapat dibaca sebagai bentuk koalisi pemerintah, jika Golkar+Hanura dan PDIP+Gerindra lebih memilih terhormat di tempat/jalur yang berbeda, atau justru SBY presiden terpilih tidak berkenan menawarkan kursi menteri, sehingga kita masih dapat dengan mudah membaca perbedaan antara “political will” dan “good will” dalam berbagai wacana. Meski demikian, hasil survey exit pool LP3ES pada pilpres lalu itu, hanya sedikit responden yang menganjurkan perlu sikap yang berbeda (beroposisi) dengan presiden terpilih.

Tags: , , , , , ,

Share on Facebook
13 tanggapan untuk “Superpower SBY dengan Perppu, Catatan atas Kasus Superbody KPK”

Sunday, September 6, 2009

Menunggu Kabinet “Sembako” SBY (Bagian 2)

Menunggu Kabinet “Sembako” SBY (Bagian 2)
Oleh Sapri Pamulu - 7 September 2009 - Dibaca xyz Kali -

Jika kembali membuka arsip-arsip survey yang dilakukan berbagai lembaga termasuk LP3ES terdapat temuan-temuan menarik yang menurut responden merupakan agenda yang mendesak untuk SBY-Boediono. Pertama, Kemenarikannya justru terletak pada sejumlah agenda lama yang populer menyangkut hajat hidup yang sangat mendasar, yaitu sembako (sembilan bahan pokok) dan lapangan kerja yang sekaligus mencerminkan kondisi kekinian tingkat kemapanan atau keprihatinan masyarakat. Kedua, terdapat aspirasi untuk lebih mengutamakan para professional & teknokrat di kabinet, dari pada mendudukkan unsur parpol dan birokrasi.

Dalam laporan exit poll oleh LP3ES di atas, agenda mendesak adalah pengendalian harga sembako, penyediaan lapangan kerja, dan layanan pendidikan. Sedangkan dalam laporan survey LSI, masalah-masalah yang mendesak untuk 5 tahun kedepan menurut responden juga masih dalam bingkai yang sama, yaitu sembako, pengangguran, pendidikan dan kemiskinan, serta tambahan tentang korupsi dan KKN.

Olehnya itu tidak ada salahnya jika kabinet mendatang masih akan merupakan kabinet sembako, yang tentu saja akan sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti BBM yang sangat tergantung kepada kebijakan pemerintah, naik turunnya harga bbm tak dapat dipungkiri menjadi dongkrak bagi harga sembako

Dalam hal preferensi kandidat menteri untuk kabinet SBY mendatang, para respondent juga memberikan suara yang lebih banyak kepada para kandidat dengan latar belakang teknokrat/professional (36%), dibadingkan dengan unsur Parpol (18%) dan Birokrat (10%). Meski demikian terdapat juga keinginan untuk mempertahankan komposisi yang sama dengan kabinet sekarang ini.

Nominasi ini juga menarik, terutama jika dikaitkan dengan kinerja kasus, terutama banyak unsur penggiat partai (baca: politisi) yang banyak terlibat kasus-kasus tidak terpuji di berbagai institusi eksekutif dan legislatif, sehingga jika SBY akan masih menjadi sekoci bagi parati-partai maka akan menjadi mengecewakan pada respondent yang telah memberinya amanah 60% pada pilpres lalu.

Tapi mungkinkah kabinet sembako mendatang merupakan kabinet professional?

Tags: , , , , ,

Share on Facebook